Mungkin jika diibaratkan musim, ayahku adalah musim hujan.
Itulah mengapa aku sangat menyukai musim hujan. Setiap kali hujan turun, setiap kali harum udara selepas hujan tercium, saat itu pula aku ingat ayahku.
Mungkin jika diibaratkan waktu, ayahku adalah sore hari.
Aku suka sore yang temaram. Sore yang berwarna jingga. Sore yang selalu mengingatkanku dengan ayahku.
Mungkin jika diibaratkan tempat, ayahku adalah pantai.
Pantai, dimana ayahku selalu suka mengajakku rekreasi kesana. Ayahku tahu, aku menyukai pantai. Menatap hamparan air, berdiam di tepiannya. Ayahku tahu aku menyukainya.
Dan jika diibaratkan benda, ayahku adalah sebuah kamera.
Setiap akhir pekan tiba, beliau selalu mengabadikan moment berkumpul bersama keluarga. Ayahku selalu merekam semua senyum mama ku, tawa riang kakak ku, dan senyum ceria ku. Aku tahu ayahku sangat suka dengan kegiatan itu.
Terakhir kali aku ke pantai, saat makrab angkatan, aku berdiri tepat di tempat aku, ayah, dan ibuku berada.
Kemarin sore, sore yang temaram, sore yang jingga, menghiasi kota Yogyakarta.
Jika dulu ayahku sangat setia dengan kamera kunonya, kamera itu masih ada di tempatnya. Dan sekarang aku pun sangat suka merekam semua kegiatanku dengan kamera.
Malam ini, malam selepas hujan tiba. Aroma udaranya tercium sejuk di hidungku.
Ayah, semua itu mengingatkan ku kepadamu.
Ya Allah, maaf jika pada selepas hujan turun, saat sore yang temaram, saat aku berada di pantai, aku akan menjadi anak yang tidak ceria seperti biasanya, seperti menjadi manusia yang tidak bisa menerima takdirnya, manusia yang tidak bisa bersyukur dengan apa yang telah digariskan oleh-Mu. Maaf jika saat-saat itu air mataku harus keluar.
Salam sayang untuk ayahku,
dariku, mama, dan mas tommy, kami akan selalu menyayangimu, ayah.
Itulah mengapa aku sangat menyukai musim hujan. Setiap kali hujan turun, setiap kali harum udara selepas hujan tercium, saat itu pula aku ingat ayahku.
Mungkin jika diibaratkan waktu, ayahku adalah sore hari.
Aku suka sore yang temaram. Sore yang berwarna jingga. Sore yang selalu mengingatkanku dengan ayahku.
Mungkin jika diibaratkan tempat, ayahku adalah pantai.
Pantai, dimana ayahku selalu suka mengajakku rekreasi kesana. Ayahku tahu, aku menyukai pantai. Menatap hamparan air, berdiam di tepiannya. Ayahku tahu aku menyukainya.
Dan jika diibaratkan benda, ayahku adalah sebuah kamera.
Setiap akhir pekan tiba, beliau selalu mengabadikan moment berkumpul bersama keluarga. Ayahku selalu merekam semua senyum mama ku, tawa riang kakak ku, dan senyum ceria ku. Aku tahu ayahku sangat suka dengan kegiatan itu.
Terakhir kali aku ke pantai, saat makrab angkatan, aku berdiri tepat di tempat aku, ayah, dan ibuku berada.
Kemarin sore, sore yang temaram, sore yang jingga, menghiasi kota Yogyakarta.
Jika dulu ayahku sangat setia dengan kamera kunonya, kamera itu masih ada di tempatnya. Dan sekarang aku pun sangat suka merekam semua kegiatanku dengan kamera.
Malam ini, malam selepas hujan tiba. Aroma udaranya tercium sejuk di hidungku.
Ayah, semua itu mengingatkan ku kepadamu.
Ya Allah, maaf jika pada selepas hujan turun, saat sore yang temaram, saat aku berada di pantai, aku akan menjadi anak yang tidak ceria seperti biasanya, seperti menjadi manusia yang tidak bisa menerima takdirnya, manusia yang tidak bisa bersyukur dengan apa yang telah digariskan oleh-Mu. Maaf jika saat-saat itu air mataku harus keluar.
Salam sayang untuk ayahku,
dariku, mama, dan mas tommy, kami akan selalu menyayangimu, ayah.